tag:blogger.com,1999:blog-24142668082215789132024-03-05T23:57:04.878-08:00Hendry on MarketingKnowledge, Insight, ShareHendry on Marketinghttp://www.blogger.com/profile/17399644562299418994noreply@blogger.comBlogger5125tag:blogger.com,1999:blog-2414266808221578913.post-71714062439831828042009-07-26T10:07:00.001-07:002009-07-26T10:42:11.764-07:00SAY NO TO IAD!!<span xmlns=""> <p><span style="font-family:Arial;color:#000000;"><em>Siang malam ku selalu<br />Menatap layar terpaku<br />Untuk on line on line<br />On line on line<br />Jari dan keyboard beradu<br />Pasang earphone dengar lagu<br />Aku on line online<br />On line on line<br /></em></span></p><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJXTspeTZCWj-fmNLvDmUz8qj2zWIjEkDmrF8ppaeRQuIs6MA5E4uHoW5TXLNc82lOqQuhjVDBXU57zZVhXko4lMHILhVrFlL3kfsRjDLUj8dTCN2oA4xnFzC369eLLQCWzDP-kixxTTY/s1600-h/ketagihan+internet.jpg"><span style="color:#000000;"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 159px; FLOAT: left; HEIGHT: 200px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5362817717377713442" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJXTspeTZCWj-fmNLvDmUz8qj2zWIjEkDmrF8ppaeRQuIs6MA5E4uHoW5TXLNc82lOqQuhjVDBXU57zZVhXko4lMHILhVrFlL3kfsRjDLUj8dTCN2oA4xnFzC369eLLQCWzDP-kixxTTY/s200/ketagihan+internet.jpg" /></span></a> <p align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Demikianlah cuplikan dari lirik lagu berjudul "<em>Online"</em> dari group musik Saykoji. Tidak cuma di radio dan televisi, bahkan di pasar, pusat perbelanjaan, rumah makan, lokasi <em>hang out</em> bahkan di kantor-kantor lagu ini acapkali diputar. Sedang nge-<em>hits? </em>Pasti. Bahkan sampai tulisan ini dibuat pun, lagu ini masih menduduki tangga <em>10 Hits</em> terbaik versi <em>pooling</em> MTV Indonesia. </span></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Lantas, hal apa yang membuat lagu ini bisa naik daun?Tidak lain karena tema lagu yang dirasakan begitu mengena menggambarkan trend gaya hidup anak muda saat ini, yang begitu akrab dengan dunia maya. Tiada hari (bahkan tiada jam) tanpa berselancar di dunia maya, tanpa mengunjungi situs-situs pertemanan, tanpa cari-cari berita dan gosip baru di situs-situs internet, entah itu dengan tujuan sekadar ingin menjadi pribadi yang <em>update</em> terhadap informasi, cari teman atau gandengan baru, bisnis ataupun hanya sekadar mengisi waktu luang. </span></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Ya, dunia memang tengah keranjingan internet. Dengan begitu berkembangnya teknologi, semakin mudah saja kita menemukan orang-orang di sekitar kita, atau bahkan kita sendiri yang begitu sibuk dengan berbagai <em>gadget</em>, mulai dari BlackBerry, iPod, NetBook, NoteBook, PDA, SmartPhone dan sebagainya. Tidak hanya monopoli anak muda, eksekutif top, namun kini juga sudah merambah ke generasi ABG (<em>Angkatan Babe Gue</em>). Dengan berkembangnya tren Web 2.0 di mana teknologi telah menjadi media dan fasilitator komunikasi 2 arah antara para <em>user</em> di seluruh dunia, memang kini dunia serasa lebih dekat, tanpa batas ruang dan waktu. Inilah kekuatan dari teknologi Web 2.0! Namun, disadari atau tidak, seiring dengan fenomena itu, dunia juga tengah terancam dengan penyakit </span><strong><span style="color:#000000;"><em>IAD</em>. </span></strong></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Ck..penyakit apa lagi ini? <em>IAD</em> merupakan kepanjangan dari <em>Internet Addiction Disorder</em> atau dalam bahasa Indonesianya berarti Gangguan Ketagihan Internet. Menurut sebuah kajian dari <em>Center for Online Addiction</em> yang berlokasi di Amerika, terdapat 5 kategori utama dari kecanduan ini, yakni : </span></span></p><ul><li><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;"><em>Cyber Sex Addiction</em> : cenderung mengunjungi situs porno, menjadi komunitas <em>chatting room</em> yang berhubungan dengan seks; </span></span></div></li><li><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;"><em>Social Networking Addiction</em> : makin lama makin senang bergaul di dunia maya, mengunjungi dan mendaftar di berbagi situs jejaring sosial untuk <em>chatting</em>, diskusi dan bertukar informasi;</span></span></div></li><li><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;"><em>Information Updation Addiction</em> : selalu merasa harus <em>update</em> dengan berbagai informasi terbaru, harus selalu online dan terhubung dengan situs-situs penyedia informasi dan pengumuman; </span></span></div></li><li><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;"><em>Computer Addiction Itself</em> : saban hari selalu ingin menyentuh dan mengutak-ngatik komputer dengan berbagai perangkatnya; </span></span></div></li><li><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;"><em>Online Game Addiction</em> : kecanduan terhadap game <em>online </em>sehingga susah sekali untuk berhenti. </span></span></div></li></ul><p align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Lantas, apa saja tanda-tandanya seseorang terkena "penyakit" ini? Maressa Hecht Orzack, guru besar Harvard University dan direktur Computer Addiction Services di rumah sakit McLean di Belmont, Mass, Amerika di antaranya mendaftar beberapa gejala psikologis IAD seperti merasa senang dan bahagia berada di depan komputer, ingin menghabiskan waktu lebih lama untuk <em>surfing</em>, merasa depresi & gelisah jika jauh dari dunia maya, berbohong kepada keluarga dan atasan mengenai kegiatan di internet, susah berhenti jika sudah ber-internet ria dan lebih suka menghabiskan waktu di dunia maya daripada bergaul dengan orang lain di sekitarnya. Sementara gangguan fisik yang biasanya menyerang penderita antara lain mata kering, migrain, nyeri atau sakit pada telapak tangan atau punggung, malas makan, mengabaikan kebersihan badan dan sulit tidur.</span></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Nah, buat Anda yang suka berselancar di dunia maya dan mulai mengalami gejala-gejala di atas, ada baiknya Anda mulai mengubah gaya hidup Anda atau jika stadium Anda sudah berat, silakan minta bantuan teman, keluarga atau psikolog, karena seringkali kecanduan ini susah diobati sendiri. </span></span></p><p align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Ah..saudara penulis, sepertinya Anda terlalu berlebihan? Emm..jika seperti itu pikiran Anda ke saya, sepertinya tidak. Di Amerika, bahkan sejak tahun 1990-an, sudah terdapat 2 klinik yang membentuk divisi khusus untuk penanganan IAD, yakni <em>Center for Internet Addiction Recovery</em> di Bradford, negara bagian Pennsylvania dan <em>Center for Internet Behavior </em>di negara bagian Connecticut. Lebih dekat lagi di Asia.<br /><img style="TEXT-ALIGN: center; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 297px; DISPLAY: block; HEIGHT: 197px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5362819115134154994" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDPsFNsL0kxzIM4KBeE2K_-li_s0_G1cifUuJ4EDfR9xIYquhLrkOdbDKoJnIqNqWYdxEDjEXhx_Xi2ksL9uK6zQ7YfoDTznl4nj-QSCekDtixY1OAx66H3oibeCp9KraL9vB4aDm4f3E/s200/ketagihan+internet+di+China.jpg" /></p></span></span><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Dengan perkiraan 300 juta pengguna web, Cina sedang bergelut dengan suatu epidemi obsesi Internet di antara kaum mudanya. Sejak didirikannya fasilitas penanganan ketagihan Internet pertama di negeri itu pada tahun 2004 saja, Pusat Kesehatan Kaum Muda Cina, lebih dari 3.000 pasien telah ditangani. Mereka yang masuk ke pusat kesehatan yang berlokasi di kompleks militer utama Beijing itu akan mendapatkan penanganan ala militer, dengan disiplin ketat. Sekali masuk, pasien diharuskan untuk tinggal selama tiga bulan, terisolasi dari dunia luar, tanpa akses pada ponsel dan tentu saja komputer. Orang tua pasien harus tinggal selama beberapa minggu juga di sana, sebab dinilai ketagihan Internet sering kali adalah akibat dari "kesalahan orang tua." Bagi kebanyakan keluarga, membayar untuk penanganan ini adalah pengorbanan yang cukup berat. Biaya totalnya bisa mencapai hampir 3.000 dolar—hampir sama dengan tiga bulan gaji dari rata-rata pasangan di Cina.<br /></span></div></span><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpS8NQyxbVIojkhjO5lXhpBJp6yrp4nZREFHJGXLkqRer-Pm0ViVpe5roURHta0M9eTE64Zs605Bhliu7KJFzZ-if66-DXiJ1La5AmfGadrmGsyFzGB1mF5IL1lrKUl0Uh-h1WvG0zFZc/s1600-h/facebook.jpg"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 200px; FLOAT: left; HEIGHT: 150px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5362820829877209426" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpS8NQyxbVIojkhjO5lXhpBJp6yrp4nZREFHJGXLkqRer-Pm0ViVpe5roURHta0M9eTE64Zs605Bhliu7KJFzZ-if66-DXiJ1La5AmfGadrmGsyFzGB1mF5IL1lrKUl0Uh-h1WvG0zFZc/s200/facebook.jpg" /></a> <p align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Di Indonesia sendiri, meskipun hal tersebut belum menjadi <em>concern</em> pemerintah dan instansi medis, sepertinya kisah-kisah yang muncul juga tak kalah seru, bahkan terbilang miris. Beberapa waktu lalu, di salah satu harian terkemuka Tanah Air, dimuat sajak seorang anak bernama Serafina Ophelia. Judulnya : <em>Ibu dan Fesbuk</em>. Beberapa potongan sajaknya kurang lebih berbunyi begini :<br /></span></p></span><br /><div align="justify"><span style="font-family:Lucida Handwriting;"><span style="font-size:85%;color:#000000;"></span></span></div><div align="justify"><span style="font-family:Lucida Handwriting;"><span style="font-size:78%;color:#000000;">"Ibu. <em>Facebook</em>. Hubungannya eraaat sekali. Setiap hari, sehabis makan, setelah mandi, setiap saat.... Sampai kapankah hubungan erat ibu dan fesbuk? Mungkin sampai akhir hayatnya. Notebooknya akan dibawanya... ke Surga"<br /></span></div></span><br /><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Baru-baru ini juga, seorang teman bercerita kepada saya bahwa diberitakan ada pelajar yang bunuh diri dikarenakan orang tuanya menolak membelikan <em>gadget</em> yang bisa mendukung aplikasi Facebook. Bicara tentang Facebook, saya pikir Anda yang sudah menjadi <em>member</em> sudah tidak awam tentang berbagai kasus penyalahgunaan situs jejaring sosial ini untuk tujuan mencari popularitas dengan jalan pintas, praktek pelecehan seksual, cari-cari TTM (singkatannya bisa dimulai dari <em>teman tapi mesra </em>sampai <em>teman tapi mesum</em>) hingga tindakan teror via internet.<br /></span></div></span><br /><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Sebagian dari kita mungkin tertawa melihat atau mendengar kasus-kasus seperti itu, namun tidak sedikit yang kemudian merenung, menertawakan diri mungkin dan mawas diri : <em>Sudah sebegitu terbenamkah kita di dunia maya, sehingga dunia riil menjadi tidak penting lagi</em>? Tidak heran kemudian di lingkungan pergaulan, muncul pula kaum yang rada anti terhadap kemajuan teknologi. Mereka menyuarakan keprihatinannya terhadap gaya dan perilaku hidup yang "<em>lifestyle asal lifestyle</em>".<br /></span></div></span><br /><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Demikianlah berbagai trend dan perubahan gaya hidup yang muncul di era Web 2.0 memang menyimpan potensi dan peluang tersendiri bagi berbagai kalangan, namun jika tidak dimanfaatkan dengan bijaksana, ternyata ia juga bisa menyimpan potensi yang cukup membahayakan. Di zaman yang mengandalkan <em>speed </em>& <em>mobility</em> ini, terhubung dengan berbagai <em>gadget</em> yang kita miliki sangat wajar. Namun jangan lupa bahwa kita juga memiliki tugas lain seperti berpikir, bersintesis, berstrategi, berkoordinasi, dan bernegosiasi yang seringkali lebih kaya jika dilakukan melalui interaksi langsung di dunia nyata.<br /></span></div></span><br /><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;">Teknologi memang perlu kita gunakan secara bijaksana sebelum membuat kita bodoh sebelum waktunya. Seperti itu pulalah tujuan tulisan ini saya buat sebagai renungan kita bersama dan sebagai "penyeimbang & pemerkaya" dari tulisan saya sebelumnya. <em>By the way</em>, kembali ke kutipan saya di awal tulisan ini, harus saya akui bahwa lagu Saykoji berjudul <em>Online</em> memang mengusung lirik dan cerita yang <em>nendang banget</em>. Karena itu menutup tulisan ini, saya bonuskan pada Anda lirik lengkap dan MP3 lagu tersebut. Silakan di-<em>download</em> dan semoga menginspirasi !<br /></span></span></div><div align="justify"><span style="font-family:Arial;"><span style="color:#000000;"><em><span style="color:#333333;">Download link : <a href="http://www.ziddu.com/download/5783084/LirikSaykoji-Online.txt.html">Lirik Saykoji-Online</a> <a href="http://www.ziddu.com/download/5782754/saykoji_-_online.mp3.html">Lagu Saykoji-Online.mp3</a></span></em></div></span></span></span>Hendry on Marketinghttp://www.blogger.com/profile/17399644562299418994noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2414266808221578913.post-88837239991333636902009-07-22T07:50:00.000-07:002009-07-22T10:35:31.298-07:00STUDI KASUS NEW WAVE MARKETING :<span style="font-size:130%;color:#333333;"><strong>KFC & BLACKBERRY</strong></span><br /><strong><span style="font-size:130%;color:#333333;"></span></strong><br /><strong><span style="font-size:130%;color:#333333;"></span></strong><br /><br /><br /><div align="justify"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjYDx1a2Gj0elgqGzT-czC1sJ4wiS7tgqK25cawB5v9pn3uM2rbsIY-rf7QnE7f0YhqmUqUu1Eex_B_ftNovDBFXkox_X9XtAXr-l8mbBc7Hr9hu-Zzcv5YaGifVRG_qhkMQtiboLtJXQ/s1600-h/vakfcmusichitlistvolumexx1.jpg"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 200px; FLOAT: left; HEIGHT: 200px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5361300048078935042" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjYDx1a2Gj0elgqGzT-czC1sJ4wiS7tgqK25cawB5v9pn3uM2rbsIY-rf7QnE7f0YhqmUqUu1Eex_B_ftNovDBFXkox_X9XtAXr-l8mbBc7Hr9hu-Zzcv5YaGifVRG_qhkMQtiboLtJXQ/s200/vakfcmusichitlistvolumexx1.jpg" /></a>Anda tahu KFC? Ke<em>banget</em>an kalau Anda tidak tahu! Tapi kalau saya bertanya soal KFC <em>Music Hit List</em>? Belum tentu semua dari Anda tahu. Meskipun demikian, saya yakin Anda semua hampir pernah melihat berbagai promonya di gerai-gerai KFC di seluruh Indonesia.</div><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Lantas, apa hubungannya <em>dengan New Wave </em>Marketing? Nah..jika Anda sudah membaca 2 posting saya di awal blog ini di<em>-release</em>, mungkin Anda akan <em>mendapatkan insight</em> awal , bahwa <em>New Wave Marketing</em> <em>is all about humanizing human being by technology</em>. Kenyataannya, jauh lebih luas dari itu. Lewat tinjauan studi kasus kali ini, saya akan memperlihatkan kepada Anda sisi lain dari <em>New Wave Marketing</em>.</div><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Sejak awal 2007, PT. Fastfood Indonesia (FI), Tbk., pemegang master franchise resto siap saji KFC di Indonesia, mengeluarkan program KFC <em>Music Hit List</em>. Melalui program ini, mereka meluncurkan lagu-lagu dari band baru yang diorbitkannya. Pada gilirannya, hal ini diharapkan mampu menciptakan komunitas yang <em>connected</em> dengan merek resto yang terkenal dengan logo Kolonel Sanders ini.</div><br /><div align="justify"></div><div align="justify">Adapun target promo dari segmen ini lebih ditujukan untuk anak remaja. KFC rupanya menyadari seiring bertambahnya usia merek, basis pelanggannya pun mulai menua. Karena itu, mereka perlu "memupuk" dan meremajakan segmen pelanggan yang memiliki <em>lifetime value</em> yang lebih panjang, yakni anak muda. Dan karena itu, diperlukan pendekatan melalui dunia yang sangat dekat dengan mereka, yakni musik.</div><br /><div align="justify"></div><div align="justify">Untuk merealisasikan hal itu, FI lantas mendirikan PT. Music Factory Indonesia (MFI) yang kemudian bersinergi dengan lebih dari 350 jaringan KFC di seluruh Indonesia. MFI tak ubahnya perusahaan rekaman yang mencari artis, merekam lagu dan mempromosikannya, di antaranya melalui pemutaran CD para <em>talent</em> di jaringan KFC seluruh Indonesia, manggung <em>live</em> dan kerja sama dengan radio swasta. Dalam setiap aktivitas tersebut, KFC selalu dilibatkan. Maklum, keberadaan para <em>talent</em> itu diharapkan memicu komunitas remaja pelanggan "Kolonel Sanders".</div><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Para remaja juga bisa menjadi anggota komunitas KFC <em>Music Hit List-</em>dinamai <em>hitters</em>-cukup dengan membeli CD koleksi KFC <em>Music Hit List. </em>Fasilitasnya? Para <em>hitter</em> akan mendapatkan berbagai macam program promosi, <em>update </em>info KFC dan KFC <em>Music Hit List</em>, serta bonus-bonusnya-contohnya mendapatkan <em>free </em>Rp 5.000 setiap minggu.</div><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Tidak cukup hanya berpromosi di gerai KFC, promo juga diperkuat lewat perhelatan KFC <em>Music Hit List Goes to School</em>. Hasilnya? Jika di awal peluncurannya, MFI hanya mampu menjual 8-15 ribu CD, maka angka tersebut sekarang sudah mencapai 130 ribu CD/bulan. Tidak kurang dari 30-an group band telah diorbitkan dan rata-rata <em>hitters</em> bertambah 10-15 ribu orang/bulan.</div><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Semua ini bisa terjadi karena KFC Indonesia berhasil membangun komunikasi 2 arah dengan komunitas yang dibentuknya. Apalagi dengan adanya situs <a href="http://www.kfcmusic.co.id/">http://www.kfcmusic.co.id/</a>, para <em>hitter</em> bisa melakukan banyak hal: mengunduh <em>ring back tone</em>, mendapat info acara manggung band, juga <em>hotline</em> telepon dan alamat email untuk memberikan aneka masukan. Nah, poin yang terakhir ini rupanya menyimpan cerita lain lagi. Setelah sukses dengan program musik, KFC Indonesia pun mulai giat merenovasi jaringan <em>store</em>-nya. Bukan hanya sebagai <em>dining room</em>, tetapi juga ada <em>sofa area</em> dan <em>playland</em>. Menariknya, inovasi ini merupakan masukan dari konsumen, termasuk <em>hitter</em>. Beberapa <em>store</em> di lokasi yang agak prestisius bahkan sudah dilengkapi panggung musik, seperti yang ada di daerah Kemang, Jakarta. Yang di sini malah sudah memiliki komunitas sendiri pula. Sebagai hasil akhirnya, kinerja jaringan resto cepat saji ini terbilang cukup kinclong. Pada tahun 2006, omsetnya hanya Rp 1,25 triliun, namun di 2008 lalu telah menembus angka Rp 2 triliun.</div><div align="justify"></div><div align="justify"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_EWVR9dJMZWiesMRQ2ICT7zNAcOi-Pl7RjGBf1tNwGr7Pq6z_mrmEbwjABKG7zqZie_uReupKgsMzA9Ae5pERTOuzyQMzERO9Y-k4T5a7Y7WyNQCXBxYeYZ2Hi-tTt4yvsZSAd0ZG95g/s1600-h/rim-blackberry-bold-smartphone.jpg"><img style="MARGIN: 0px 0px 10px 10px; WIDTH: 200px; FLOAT: right; HEIGHT: 196px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5361316676260420418" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_EWVR9dJMZWiesMRQ2ICT7zNAcOi-Pl7RjGBf1tNwGr7Pq6z_mrmEbwjABKG7zqZie_uReupKgsMzA9Ae5pERTOuzyQMzERO9Y-k4T5a7Y7WyNQCXBxYeYZ2Hi-tTt4yvsZSAd0ZG95g/s200/rim-blackberry-bold-smartphone.jpg" /></a></div><br /><div align="justify">Kisah sukses berikutnya adalah BlackBerry. Barangkali inilah poduk paling fenomenal tahun 2008. Sepanjang tahun lalu, bahkan hingga tahun ini, pertumbuhan pelanggannya di Indonesia melonjak ratusan persen. Hal tersebut menempatkan negeri ini sebagai pasar yang pertumbuhannya tertinggi di Asia untuk produk yang hak patennya dipegang oleh perusahaan asal Kanada <em>Research in Motion (RIM)</em> itu.</div><br /><div align="justify"></div><div align="justify">Kunci suksesnya? Lagi-lagi karena komunitas. Saat diperkenalkannya produk ini oleh Indosat 2004 silam, pertumbuhan pasarnya terbilang biasa saja. Dengan fitur unggulannya yakni <em>push email</em>, BlackBerry saat itu hanya menjadi konsumsi pasar korporat. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, <em>handset & technology smart phone </em>tersebut<em> </em>mulai bergeser ke arah yang lebih personal. Lagi-lagi, masukannya datang dari konsumen. Sejak itu, 2006 silam, Indosat memasarkan layanan BlackBerry untuk pelanggan ritel, walau masih terbatas untuk pelanggan pascabayar saja.</div><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Tidak hanya sampai di situ, Indosat juga beberapa waktu lalu menawarkan layanan BlackBerry <em>Connect</em> bagi pelanggan yang tidak memiliki <em>handset</em>-nya, namun ingin menikmati fiturnya. Ide ini pun tak dinyana, juga terekam dari berbagai <em>mailing list</em> tentang BlackBerry yang mulai tumbuh. Saking <em>powerful-</em>nya komunitas dan <em>mailing list</em> ini, pihak operator seluler XL bahkan berinisiatif menjadi sponsor utama terbentuknya forum BlackBerry di Kaskus, forum dunia maya yang paling tersohor di negeri ini. Dari sinilah komunitas BlackBerry lantas mulai menyebarkan virus WOM (<em>Word of Mouth</em>) perihal perangkat tersebut ke anggota forum lainnya.</div><br /><div align="justify"></div><div align="justify">Selain itu, sebenarnya juga ada <em>windfall</em> lain yang juga menjadi penyebab pesatnya pertumbuhan BlackBerry di Indonesia, yakni menjamurnya Facebook dan tren ber-<em>chatting</em> ria via BlackBerry. Ini juga menjadi pendorong utama kenaikan jumlah pengguna BlackBerry Indonesia. Pada awal tahun 2009 saja, tercatat tidak kurang dari 42.000 pelanggan BlackBerry.</div><br /><div align="justify"></div><div align="justify">OK, sejauh ini Anda sudah paham? Dalam kaitannya dengan <em>New Wave Marketing</em>, komunitas adalah salah satu paradigma dan strategi baru untuk membangun bisnis secara horisontal. Dibanding menjalankan pola komunikasi satu arah dari perusahaan ke konsumen (yang belum tentu mau mendengarkan dan percaya kepada Anda), saat ini <em>New Wave Marketer</em> lebih sering duduk sama tinggi dengan konsumen, bersinergi dengan mereka dan mengajak konsumen terlibat aktif dalam membangun citra dan produk perusahaan. Dampaknya? Perusahaan mampu menghasilkan produk yang lebih diterima oleh customer, customer merasa memiliki produk atau merek Anda, dan pelanggan yang puas-karenanya-tidak akan segan-segan mempromosikan produk atau merek Anda kepada orang lain (efek <em>word of mouth</em>).</div><br /><div align="justify"></div><div align="justify">Lantas, bagaimana carany memperoleh <em>benefit</em> dari suatu komunitas? Ada beberapa cara. Kita bisa mendengarkan (<em>listening</em>) apa saja yang dibicarakan dalam suatu komunitas. Kita juga bisa berbicara (<em>talking</em>) kepada komunitas tersebut dan memberdayakannya (<em>energizing</em>) atau menawarkan bantuan (<em>helping</em>). Ataupun yang terakhir, kita bisa merangkul (<em>embracing</em>) komunitas yang bersangkutan.</div><br /><div align="justify"></div><div align="justify">Kesemua aktivitas di atas, sekaligus juga mengubah bentuk komunikasi yang bersifat "<em>informing, persuading, reminding</em>" (satu arah-<em>one to many</em>) menjadi "<em>demonstrating, involving, empowering</em>" (dua arah-<em>many to many</em>). Jadi kalau mau mengelola pelanggan di era <em>New Wave Marketing</em>, tidak cukup lagi hanya bermodal segmentasi, mengandalkan <em>customer relationship</em> <em>management</em>, ataupun <em>database </em>yang sifatnya pasif belaka. <em>IT'S COMMUNITIZATION BUILT WITH CONVERSATION. </em>Siap mencoba?</div><div align="justify"></div><div align="justify"></div>Hendry on Marketinghttp://www.blogger.com/profile/17399644562299418994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2414266808221578913.post-27903186900747224522009-07-18T23:08:00.000-07:002009-07-18T23:23:07.193-07:00Claim Code for Technorati6kuwfzhgjeHendry on Marketinghttp://www.blogger.com/profile/17399644562299418994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2414266808221578913.post-91532113135162161632009-07-15T09:29:00.001-07:002009-07-15T10:05:10.344-07:00RESUME BUKU NEW WAVE MARKETING<div align="justify"><span style="font-family:verdana;"><strong>NEW WAVE MARKETING<br />The World is Still Around, The Market is Already Flat</strong></span> </div><br /><div align="justify"><br /></div><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5358730831635642354" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 300px; CURSOR: hand; HEIGHT: 300px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8IYb4xmgcL-jP0sgLdgOzU-hTN5RNSq-EdT_LpaQp-cq4JQbq9lrzrxomOI-SZeLLs9YgU0xT6YRoo1gKtKE_eOhczrVkQzDjCz0ZjBUXyiZTL2sTr5ySkg9jV9y0odGrXGkAKfezido/s320/gambar+globe.jpg" border="0" />ALKISAH suatu kali ada acara ngobrol-ngobrol antara Pak I Nyoman G. Wiryanata, Direktur Konsumer PT. Telkom Indonesia dengan Pak Hermawan Kartajaya, pendiri MarkPlus Inc. yang juga merupakan begawan pemasaran Indonesia. Dalam konteks teknologi informasi dan komunikasi, Pak Nyoman mengatakan bahwa era Legacy Marketing telah bergeser menjadi era New Wave. <p align="justify">Nah, dari hasil ngobrol-ngobrol itulah, Pak Hermawan kemudian terinspirasi untuk semakin memperdalam apa yang dimaksud dengan New Wave Marketing ini. Berbagai program tematik pun digagas. Sejumlah seminar dan workshop terkait juga diselenggarakan di bawah payung MarkPlus Inc. Sejumlah media seperti Facebook, YouTube, Flickr, blog-blog dan sebagainya juga dimanfaatkan untuk memasyarakatkan konsep New Wave Marketing. </p><p align="justify">Selain itu, MarkPlus juga memberikan New Wave Marketing Award setiap bulannya sejak bulan Mei 2008 di acara MarkPlus Club kepada sejumlah perusahaan yang dinilai telah mempraktikkan konsep ini dengan sukses. Terakhir, MarkPlus kemudian bekerja sama dengan Kelompok Kompas Gramedia (KKG), yang kebetulan juga menjadi salah satu pemenang New Wave Marketing Award. Salah satu bentuk kerja sama ini berupa penulisan berbagai praktik New Wave Marketing di dua media yang berbeda, yaitu di harian Kompas (cetak) dan Kompas.com (online) selama 100 hari berturut-turut, mulai dari tanggal 30 Agustus – 10 Desember 2008.</p><p align="justify">Pada awal tahun 2009 ini, kumpulan tulisan 100 hari tersebut telah diterbitkan dalam sebuah buku berjudul “New Wave Marketing : The World is Still Around, The Market is Already Flat “. Masih dalam relevansinya dengan posting saya sebelumnya bertajuk “Web 2.0 & Lahirnya New Wave Marketing”, maka dalam kesempatan kali ini, saya mencoba menyajikan resume buku NEW WAVE MARKETING karya Hermawan Kartajaya tadi untuk Anda. Harapan saya, Anda yang menjadi pengunjung setia blog ini dari awal dapat memperoleh pemahaman dan wawasan yang lebih mendalam dan menyeluruh mengenai berbagai berbagai konsep, praktik dan studi kasus dalam dunia New Wave Marketing. </p><p align="justify">Dalam tulisan-tulisan berikutnya, saya akan sedikit berbagi beberapa studi kasus New Wave Marketing dengan Anda. Akhirnya, silakan men-download resume yang saya janjikan dengan mengklik link di bawah ini. Dan JANGAN LUPA! Saya tunggu komentar dan sharing Anda J Semoga menginspirasi.<br /><br />Klik link di bawah ini untuk mendapatkan Resume Buku New Wave Marketing Hermawan Kartajaya.</p><p align="justify"><strong><em>Download : <a href="http://www.ziddu.com/download/5620959/resumenewwavemarketing.pdf.html">Resume NEW WAVE MARKETING</a></em></strong><a href="http://www.ziddu.com/download/5620959/resumenewwavemarketing.pdf.html"><br /></a></p>Hendry on Marketinghttp://www.blogger.com/profile/17399644562299418994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2414266808221578913.post-76311771049744152612009-07-15T09:06:00.000-07:002009-07-15T09:15:43.359-07:00Web 2.0 & Lahirnya New Wave Marketing<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjG-71zS8SC6CNRmWRwO9znhYnETRREr3vDRUyly0LnydripqiC-QdC7RYSCZqQzzeZmbcKaC-dycvSveDZLPEPJdxPKHWDR06WXB-nVyNStHzyfzZM3cqAdhC7WiehMnMSgl6A3T2PONU/s1600-h/puzzle+web+2.0.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5358720971808657138" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 320px; CURSOR: hand; HEIGHT: 261px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjG-71zS8SC6CNRmWRwO9znhYnETRREr3vDRUyly0LnydripqiC-QdC7RYSCZqQzzeZmbcKaC-dycvSveDZLPEPJdxPKHWDR06WXB-nVyNStHzyfzZM3cqAdhC7WiehMnMSgl6A3T2PONU/s320/puzzle+web+2.0.jpg" border="0" /></a><br /><div><br /><div align="left"><strong><span style="font-family:arial;">Facebook, Blog, Web 2.0, Wikipedia, Social Networking, Mobile Marketing, Experiential Marketing, Offline & Online Community, Many-to-Many Marketing.</span></strong></div><br /><div align="justify"><span style="font-family:verdana;font-size:85%;">Itulah sejumlah istilah yang marak belakangan ini di dunia bisnis dan marketing. Lanskap marketing memang sedang berubah dengan cepatnya, sehingga memerlukan pendekatan-pendekatan baru untuk menyikapinya. Konsep-konsep marketing yang ada dalam buku teks saat ini menjadi kurang relevan lagi di tengah gelombang perubahan yang terutama dipicu oleh perkembangan teknologi internet dengan Web 2.0-nya serta perkembangan mobile technology.</span></div><span style="font-family:verdana;font-size:85%;"><br /><div align="justify">Ngomong-ngomong, mungkin ada di antara Anda yang belum memahami semua istilah yang saya sebutkan di awal tulisan ini. Kalau begitu, tenang saja. Dalam tulisan-tulisan berikutnya, semua terminologi tersebut akan saya jelaskan pada Anda satu per satu. Namun dalam kesempatan kali ini, kita akan fokus dulu membahas apa itu Web 2.0.</div><br /><div align="justify">Untuk itu, saya akan membawa Anda kembali ke tahun 2004 silam…atau mungkin lebih ke belakang lagi, tahun 2001, suatu era yang disebut dot com boom. Banyak orang menginginkan punya website sendiri, meskipun tanpa alasan yang pasti. Begitu pula para pelaku bisnis dan indusri bergengsi belum merasa maju jika belum memiliki website sendiri. Di masa ini, jika Anda memiliki barang atau jasa untuk dijual online, manfaat memiliki situs web mungkin akan terasa. Namun sebagian besar pemilik website justru hanya memiliki situs yang statis, yang hanya bersifat satu arah dan eksklusif. Situs-situs di era ini masih bersifat informatif semata dan tidak interaktif. Selain itu, pengembangan situs seakan-akan menjadi milik para jago programming komputer semata sehingga sebagian besar orang kaya berperan sebagai pengguna pasif. Inilah yang disebut era Web 1.0. Demikianlah uang mengalir sia-sia dari kantong perusahaan tanpa tujuan yang jelas.</div><div align="justify"><br />Hingga kini, lahirlah era Web 2.0. Di mana cara penyajian materi website telah berubah. Para pengguna atau pengunjung situs sekarang dapat melakukan aktivitas lain di website daripada sekadar membaca informasi. Mereka bisa berinteraksi satu sama lain dan berpartisipasi untuk meningkatkan nilai sebuah situs. Jaringan penggunanya pun telah mencapai lingkup global, di mana para pengunjung dari berbagai bangsa, etnis, ras dan latar belakang telah turut ambil bagian dalam membentuk dinamika content dalam sebuah situs. Orang juga bahkan bisa lebih mudah mengekspresikan dirinya, melakukan networking, membentuk komunitas, berkolaborasi, berpartisipasi dalam sebuah kegiatan dan banyak lagi. Semua ini dimungkinkan terjadi, karena website saat ini telah dilengkapi dengan berbagai aplikasi baru yang dikembangkan secara kontinu untuk tujuan ini.</div><br /><div align="justify">Nah sejauh ini Anda jelas? Emm..jika Anda masih bingung, mungkin akan lebih gampang dipahami jika saya mencontohkan karakteristik website ini dengan situs-situs yang memungkinkan pengguna untuk berpartisipasi, seperti blog yang tengah Anda kunjungi ini, Wikipedia, Tagged, Flickr, MySpace, Digg, eBay atau mungkin ini..Facebook! Yang terakhir ini saya 99,99% yakin Anda tahu. Kenapa saya yakin 99,99%? Karena walaupun terhitung “anak bawang” dalam dunia internet, situs ini sekarang termasuk salah satu situs paling populer di internet. Per tanggal 26 Agustus 2008 lalu, tercatat sudah ada 100 juta anggota situs ini. Bahkan dalam update terakhir yang saya dapat, angka ini sudah meningkat menjadi 110 juta!! Jika dibandingkan dengan populasi negara di dunia, “penduduk” Facebook akan berada di peringkat ke-12, persis di bawah Meksiko dan di atas Filipina.</div><br /><div align="justify">Lantas, mengapa situs ini bisa jadi sangat populer? Ini terjadi karena Facebook sangat user-friendly. Orang yang sebelumnya awam internet pun akan bisa dengan mudah bergabung menjadi anggota. Setelah itu, ia juga akan bisa dengan mudah mencari kawan atau bergabung dengan suatu komunitas di Facebook tersebut. Semua orang diperlakukan sama rata, yang penting ia memiliki minat yang sama dalam komunitas tersebut. Belakangan ini bahkan Facebook bukan hanya menjadi situs pertemanan belaka, namun sudah diarahkan pula untuk kepentingan bisnis.</div><br /><div align="justify">Mungkin beberapa dari Anda sudah pernah di-invite untuk bergabung dalam komunitas MLM tertentu semacam Sophie Martin? Atau bahkan Anda bisa menjumpai begawan pemasaran Indonesia seperti Hermawan Kartajaya dan Kafi Kurnia juga memiliki account Facebook. Banyak jalinan pertemanan awal di situs ini ujung-ujungnya berujung ke relasi bisnis.</div><div align="justify"><br />Contoh lain yang lebih jelas adalah eBay, sebuah situs maya yang mempertemukan penjual dan pembeli dari seluruh dunia. Penjual merasa bisa menjangkau dunia tanpa batas, sehingga bisa mendapatkan harga yang paling tinggi. Sedang pembeli merasa punya keleluasaan untuk memilih berbagai penawaran dari manapun untuk mendapatkan yang terbaik juga. Pihak penyelenggara, eBay, hanya memfasilitasi transaksi yang fair. Inilah bentuk nyata dari kehebatan Web 2.0.</div><div align="justify"><br />Demikianlah lahirnya Web 2.0 membuat semua orang tanpa kecuali, selama punya akses internet, memiliki kesempatan yang sama untuk bisa sukses. Dunia bisnis bukan lagi monopoli perusahaan-perusahaan besar bermodal kuat. Ditambah lagi, perkembangan aplikasi di dunia mobile technology (informasi dan komunikasi) juga menjadikan kita bisa ter-update kapan dan di mana pun kita berada.</div><br /><div align="justify">Berbagai perubahan ini bermuara pada lahirnya sebuah pendekatan marketing yang baru. Pendekatan yang bersifat vertikal, top-down dan one-to-many akan digantikan oleh pendekatan yang bersifat horizontal, bottom-up dan peer-to-peer serta many-to-many. Ciri pendekatan inilah yang melahirkan konsep New Wave Marketing. Inilah paradigma pemasaran baru yang memadukan teknologi dan sisi humanisme secara solid yang mengindikasikan bahwa pasar dewasa ini telah menjadi datar, di mana para marketer dan customer telah berbaur, tanpa ada perbedaan status.</div><br /><div align="justify">Demikian pula dengan pendekatan ini, pemasar dituntut untuk mampu mengurangi biaya pemasaran yang terlampau tinggi. Pemasar harus bisa semakin melibatkan pelanggan dan memanfaatkan kecanggihan teknologi agar semua program pemasaran bisa berjalan efektif dan efisien. Itulah hal-hal yang menjadi dasar pemikiran dari New Wave Marketing. Nah, siapakah pencetus terminologi New Wave Marketing ini dan sejauh mana pengaruhnya di dunia saat ini akan saya jelaskan dalam posting saya berikutnya.</div><br /><div align="justify">Akhirnya, supaya blog baru ini juga menjadi salah satu warga Web 2.0 mohon kesediaan pembaca untuk memberikan komentar, kritik ataupun saran atas tulisan ini. Semoga bermanfaat.</span></div></div>Hendry on Marketinghttp://www.blogger.com/profile/17399644562299418994noreply@blogger.com0